Selasa, 17 Mei 2011


Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Life Skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir (Studi Kasus pada Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan


Abstrak: kegiatan Temu Evaluasi Program PNF tahun yang diselenggarakan di Solo dan diikuti oleh Jajaran PNF di tingkat pusat dan daerah seluruh Indonesia serta hasil monitoring evaluasi BPPLSP Regional IV tahun 2006 adalah penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup (life skills) PNF belum mampu mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka pada tahun 2007 BPPNFI Regional IV telah mengembangkan sebuah model pendidikan kecakapan hidup dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulur Hilir Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.  program pendidikan kecakapan hidup dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan meliputi komponen-komponen Pola Program, Anggota Kelompok, Nara Sumber Teknis (NST), Pertemuan Rutin dan Kegiatan Harian. Adapun alasan-alasan yang mendorong anggota bergabung dalam kelompok adalah: (1) keinginan untuk bersosialisasi, (2) harapan untuk maju. Sedangkan pemberdayaan anggota kelompok melalui penerapan model life skills dengan penguatan usaha jaringan hulu hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan dapat dilihat dari dampak ekonomi, dampak sosial dan dampak lingkungan serta aspek psikologis.

.
Kata Kunci: Life Skills, Jaringan Usaha
            Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Akan tetapi, dalam kenyataan masalah kesenjangan sosial secara mendasar belum dapat dipecahkan. Menyadari keadaan ini harus diupayakan untuk mencari jalan agar kesenjangan itu dapat diperkecil, tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi. Permasalahannya adalah bagaimana memperkuat kemampuan masyarakat lapisan bawah yang masih berada dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan dan membutuhkan pertolongan agar lebih berdaya dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi dan demokratisasi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesenjangan tersebut adalah melalui pendidikan.
            Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Peranan peserta didik dalam kehidupan masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, merupakan keluaran (output) dari sistem dan fungsi pendidikan secara prinsip, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meingkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun sosial. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat guna menghadapi masa depan.
            Proses pemberdayaan dibidang pendidikan merupakan pendekatan holistik yang meliputi pemberdayaan sumber daya manusia, sistem belajar megajar, institusi atau lembaga pendidikan dengan segala saran dan prasarana pendukungnya. Dengan mengacu pada definisi-definisi tersebut di atas, pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial. Usaha ini berlangsung sebagai proses yang berkesinambungan, sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup. Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah wadah, di mana setiap anggotanya melalui aktivitas sehari-hari saling belajar dan mengajar. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi proses interaksi dalam wujud dialog dan komunikasi informasi antara sesama anggota masyarakat yang salig mendorong guna mencapai pemenuhan kebutuhan hidup manusia, mulai dari pemenuhan kebutuhan fisik sampai dengan aktuliasasi diri.
            Pendidikan harus sengaja direncanakan untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup dan kehidupan yang secara integratif memadukan potensi generik dan spesifik guna memecahkan atau mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapi. Berkaitan dengan hal tersebut, Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (BPPFI) Regional IV Jawa Timur telah mengembangkan sebuah model pendidikan kecakapan hidup
            Pengembangan model ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur dengan melibatkan sebanyak 20 orang yang menekuni berbagai macam usaha kecil yang berbahan baku satu komoditi, yaitu tanaman “murbei” dan usaha-usaha lain yang mendukung. Usaha-usaha tersebut adalah (1) budidaya murbei, (2) budidaya bibit murbei, (3) usaha pembuatan pupuk organik, (4) usaha sari buah murbei, (5) usaha es murbei, (6) usaha sirup murbei, (7) usaha selai murbei, (8) usaha manisan murbei, (9) usaha dodol murbei, (10) usaha cuka murbei, (11) usaha sablon/pengemasan, dan (12) usaha pengumpulan botol bekas.
            Selama uji coba, program life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulur Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan memberikan tanda-tanda yang positif sehingga setelah selesai masa uji coba program tersebut dilanjutkan, dalam satu tahun pelaksanannya program yang diterapkan benar-benar mampu memberikan dampak yang positif bagi anggota kelompoknya.
            Penyelenggaraan life skills dengan model Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulur Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan dalam kurun waktu satu tahun telah mampu memberikan hal-hal positif bagi anggota kelompok. Hal ini berarti melalui penerapan program life skills dengan pola penguatan jaringan usaha hulu hilr, pihak BPPFI Regional IV Surabaya adalah merupakan subyek dengan sekaligus stimulus dari luar atau faktor eksternal yang mendorong terjadinya proses pemberdayaan bagi anggota kelompok selalu obyek atau faktor internal dari proses pemberdayaan. Pertama kali program diluncurkan pihak subyek bersifat dominan terhadap obyek, tetapi lambat laun pihak obyek dengan daya yang dimilikinya akan menjadi subyek baru. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya pengaliran daya dari subyek ke obyek dengan memberinya kesempatan untuk meningkatkan hidupanya dengan memakai sumber yang ada, merupakan salah satu manifestasi dari mengalirnya daya tersebut. Pada akhirnya, kemampuan individu miskin untuk mewujudkan harapannya dengan diberikan pengakuan oleh subyek merupakan bukti bahwa individu tersebut mempunyai daya.
            .

PEMBAHASAN

            Analisis substantif teoritik dengan menggunakan kajian secara teoritik, pendapat para ahli, serta penjelasan dan pendapat dari peneliti yang berkaitan dengan temuan penelitian yang sudah dipaparkan.
A. Penyelenggaraan Program
            Kelompok usaha program life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, sesuai dengan temuan di lapangan terbentuk dari suatu uji coba model program life skills oleh BPPNFI Regional IV Surabaya. Dalam aktivitas hariannya, kelompok usaha terdiri atas Pola Jaringan, Anggota Jaringan, Nara Sumber/Tutor, Pengelola Program/Pengurus Jaringan, Proses kegiatan Rutin Jaringan dan Pertemuan Rutin Kelompok. Anggota kelompok terdiri atas 20 orang yang memiliki unit usaha pembudidaya tanaman murbei, usaha manisan, usaha sablon, usaha dodol, produksi sari buah, usaha pupuk, penyuplai botol, usaha sirup, usaha selai, produksi es buah dan pemasaran.
            Adanya pola jaringan dengan melibatkan aneka unit usaha tanaman murbei, terbukti mampu lebih memberdayakan anggotanya. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Anwar (2006:145) yang menyatakan koordinasi atau jaringan kerja, bukan hanya diantara kelompok tertentu, tetapi benar-benar antarlintas, kalau boleh dikatakan harus menjadi jaringan kerja yang multi-agensi. Program pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat beorientasi uatama kepada perbaikan hidup melalui pendidikan, karena itu harus menyangkut seluruh aspek kehidupan, walaupun pelaksanaannya selalu disesuaikan dengan kondisi kelompok sasaran. Berdasarkan kondisi seperti itu, maka pengelola pendidikan luar sekolah perlu menjalin kerjasama dengan mereka yang bergerak di bidang usaha produksi dan jasa, ketenagakerjaan, keuangan, pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat sekitar. Keberhasilan pendidikan luar sekolah akan sangat tergantung dari keberhasilan menciptakan jaringan kerja dan memberdayakannya.
            Dalam masa uji coba, BPPNFI Regional IV Surabaya memegang peranan yang dominan tetapi setelah masa uji coba selesai dan tanggung jawab organisasi sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat, terbukti kelompok usaha tetap dapat bertahan dan mampu memberikan hasil yang positif Sihombing (2000) memaparkan struktur organisasi pemerintah dibidang pendidikan luar sekolah yang menatap masa depan adalah organisasi yang harus mampu membangkitkan dan menumbuh-kembangkan partisipasi dan prakarsa masyarakat dalam usaha menciptakan masyarakat yang gemar belajar dan bekerja secara efektif dan efisien. Masyarakat harus menjadi pemilik program, bukan hanya menjadi pengikut atau penonton dan ikut program karena disuruh, tetapi karena merasa ada makna program terhadap kehidupannya. Keberadaan lembaga pemerintah dan agen perubahan untuk memfasilitasi proses pencapaian keinginan masyarakat, bukan menjadi beban bagi masyarakat. Koordinasi tercakup dalam aspek pengorganisasian, diartikan sebagai suatu usaha kerjasama antara beberapa unsur dalam melaksanakan program. Koordinasi dalam pembelajaran ini terjadi antara beberapa komponen masyarakat, baik dari unsur pemerintah seperti Diknas, Pemerintah Kecamatan, BPP/Perikanan, LSM, Pemerintah Desa, dan tokoh-tokoh masyarakat. Istilah koordinasi juga dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menciptakan jaringan kerja diantara beberapa orang, organisasi, dengan maksud untuk saling memperkuat melalui pertukaran informasi dan kerjasama dalam melaksanakan suata program atau memecahkan berbagai kesulitan yang sedang dan mungkin dihadapi pada masa depan sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan (Sihombing, 2000).
            Komponen-komponen kelompok usaha program life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, yang terdiri atas anggota jaringan, nara sumber jaringan, kegiatan rutin dan pertemuan rutin kelompok, benar-benar merupakan partisipasi aktif anggota kelompok. Pihak luar dalam hal ini BPPFI hanya sebagai motivator. Hal ini akan dapat mendorong tercapainya kemajuan ekonomi. Dalam buku membangun masyarakat memberdayakan Rakyat Suharto (2006:42-44) memaparkan pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.
            Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada “tujuan proses” (proccess goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottom-up ini.
            Upaya peningkatan pendapatan atau taraf hidup masyarakat dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir melalui pembentukan kelompok usaha dapat terselenggara dengan lancar melalui pelaksanaan organisasi kelompok yang baik. Organisasi pelaksanaan yang baik, teratur dan disiplin akan menunjang usaha pencapaian tujuan.
B. Alasan-alasan Anggota Kelompok Mengikuti Program Life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan
1. Keinginan Bersosialisasi
            Salah satu alasan yang mendorong anggota untuk bergabung dalam kelompok usaha program life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir Budidaya Murbei di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan adalah keinginan untuk bersosialisasi. Dari kedepan informan yang ditemui peneliti, secara snow ball sampling alasan utama mereka adalah keinginan untuk bersosialisasi dengan orang lain, yang dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang sangat wajar sesuai dengan hakikat manusia, sebagai dipaparkan oleh Santoso (1992:13) bahwa pada hakikatnya manusia telah memiliki sifat yang dapat digolongkan ke dalam, (a) manusia sebagai makhluk individual, (b) manusia sebagai makhluk sosial, (c) manusia sebagai makhluk berke-Tuhanan.
            Khususnya manusia sebagai makhluk sosial, maka manusia sudah barang tentu dituntut untuk menjadikan hubungan sosial antar sesamanya dalam kehidupan di samping tuntutan untuk hidup secara kelompok.
            Hubungan sosial merupakan salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya di samping kehadiran individu lain.
            Hal ini disebabkan bahwa dengan kata sosial berarti “hubungan yang berdasarkan adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, di mana mereka saling berbuat, saling mengakui dan saling mengenal atau mutual action dan mutual recognation”.
            Di samping itu, manusia sebagai makhluk sosial, dituntut pula adanya kehidupan berkelompok, sehingga keadaan ini mirip sebuah community, seperti desa, suku bangda dan sebagainya yang masing-masing kelompok memiliki ciri yang berbeda satu sama lain.
            Kehidupan berkelompok ini, bukan ditentukan oleh adanya interest/kepentingan, tetapi karena adanya the basic condition of a common life (syarat-syarat dasar daripada kehidupan bersama) The basic condition of a common life ini merupakan unsur pengikat kehidupan berkelompok mereka dan dapat berupa “locality”, yakni adanya daerah/tempat tinggal tertentu dan community sentiment, yakni suatu perasaan tentang pemilikan bersama” dalam kehidupan.
            Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kedekatan daerah atau tempat tinggal memang memotivasi anggota untuk bergabung dalam kelompok.
2. Harapan untuk Maju
            Alasan lain anggota bergabung dalam kelompok adanya harapan untuk maju melalui kelompok karena setelah melalui masa uji coba selama satu tahun, para anggota kelompok dapat merasakan hasil positif dari keikutsertaan mereka ke dalam kelompok, yang dapat menunjang usaha-usaha mereka. Kondisi ini mempengaruhi aspek psikologis anggota untuk terus bergabung dalam kelompok. Menurut Freud dalam Suryabrata (2007:125-127), kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: (a) Das Es (the id), yaitu aspek biologis, (b) Das Ich (the ego), yaitu aspek psikologis, (c) Das Veber Ich (the super ego), yaitu aspek sosiologis pada aspek psikologis dapat timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitat). Di dalam berfungsinya das Ich berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip Realitas” dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realita prinsip itu ialah mencari obyek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organise. Proses sekunder itu adalah proses berpikir realitis, dengan mempergunakan proses sekunder das Ich merumuskan suatu rencana untuk pemuasaan kebutuhan dan mengujinya atau men-test-nya (biasanya dengan sesuatu tindakan) untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak. Das Ich dapat pula dipandang sebagai aspek ekskutif kepribadian, oleh karena das Ich ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya serta memilih obyek-obyek yang dapat memenuhi kebutuhan.
            Dalam upaya pencapaian tujuan, maka harapan untuk maju atau memperoleh hasil yang lebih baik untuk peningkatan usaha dirasa akan dapat terpenuhi melalui kelompok usaha. Kelompok usaha merupakan interaksi sosial dalam bentuk kerjasama, karena sebagai suatu jaringan tujuan anggota kelompok yang satu berhubungan dengan anggota yang lain, bahwa di dalam interaksi sosial terdapat bentuk-bentuk tertentu salah satunya yaitu kerjasama.
a)  Dalam memberi pengertian kerja sama, S.S. Sargent merumuskan: “... is coordinated effort directed to ward a sharable goal. It is most likely to occler in situation where an end cannot be attained by purely individual effort”. Pada pokoknya kerja sama diartikan sebagai terpusatnya berbagai usaha secara langsung untuk tujuan terpisah. Hal ini merupakan kesesuaian dengan situasi di mana tujuan akhir tidak dapat dicapai dengan usaha khusus individu. Ada pula yang menunjukkan bahwa kerja sama adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan.
b) Proses timbulnya kerja sama
Proses timbulnya kerja sama ini adalah apabila individu menyadari mempunyai tujuan/kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam bentuk kerja sama tersebut ada kesediaan dari seseorang anggota kelompok untuk mengganti kegiatan anggota kelompok yang lain karena kegiatan yang dilaksanakan adalah slaing tergantung dengan kegiatan yang lain dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan bersama.
Perlu disadari bahwa tujuan bersama tersebut merupakan perpaduan/kepentingan masing-masing individu anggota kelompok sehingga masing-masing anggota menyediakan tenaga untuk saling membantu dan saling memberi/menerima pengaruh dari anggota yang lain.
            Anggota kelompok usaha program life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir adalah orang dewasa yang orientasi terhadap belajar atau sesuatu yang dihadapi berbeda dengan anak-anak.
            Bagi orang dewasa, keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar, sebagai besar karena adanya respon terhadap apa yang dirasakan dalam kehidupannya sekarang. Oleh karena itu, pendidikan bagi orang yang sudah dewasa dipandang sebagai suatu proses unutk meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah hidup yang ia hadapi (Arif, 1990:6).
            Rasa kurang puas terhadap hasil usaha yang dijadikan mata pencaharian sehingga menimbulkan masalah dalam kehidupannya, memotivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok. Dari hasil wawancara dengan 8 orang informan di lapangan, mereka ingin memperoleh hasil yang lebih baik sehingga memiliki kekuatan yang lebih dalam menghadapi hidup. Kekuatan disini dapat diartikan sebagai daya Suharto (2006:58) menguraikan pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatnnya dan memperoleh dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruh mereka.

C.  Pemberdayaan Anggota Kelompok melalui Penerepan Model Life skills dengan Pola Penguatan Jaringan Usaha Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan
            Penerapan life skills dengan model Pola Penguatan Usaha Jaringan Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan yang melibatkan 20 orang anggota kelompok yang memilki usaha berbahan baku arbei, limbah arbei atau usaha lain yang mendukung pengolahan arbei, terbukti mampu memberdayakan anggota kelompok tersebut, antara lain melalui dampak ekonomi dengan menoingkatnya pendapatan, dampak sosial dengan semakin kuatnya kerjasama antara anggota kelompok, dampak ligkungan karena meningkatnya pemanfaatan potensi lokal serta adanya peningkatan rasa percaya diri anggota kelompok.
            Adanya dampak-dampak tersebut sesuai dengan ciri-ciri masyarakat yang berdaya, yaitu:
1.   Mendapatkan kemudahan (akses modal, bibit, pupuk)
2.   Mempunyai nilai tawar secara kolektif
3.   Kecakapan dalam menentukan pilihan
4.   Image tentang dirinya semakin naik
5.   Mampu mengungkapkan pengalaman dan menganalisa secara tepat
6.   Keberadaan kelompok mendapat pengakuan dari tokoh masyarakat, desa, Camat dan lain-lain.
            Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diakui dengan adanya kelompok mereka mendapatkan kemudaha antara lain dengan adanya bantuan modal atau jaminan bahan baku produksi atau pasca produksi. Disamping itu melalui pertemuan rutin yang diadakan minimal sebulan sekali, anggota kelompok mampu mengungkapkan pengalaman dan menganalisanya secara tepat guna kemajuan kelompok sehingga merek mempunyai nilai tawar secara kolektif dan cakap dalam meentukan pilihan. Begitu pula halnya dengan adanya pengakuan dari pihak pemerinmtah daerah setempat, pada akhirnya meningkatkan image diri anggota kelompok. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Halada (2009) yang menyatakan bahwa penggeerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat persuasif dan tidakj memeritah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan dan memecahkan masalah menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang ad dan hidup di masyarakat.
            Suharto (2006:60) juga berpendapat pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang igin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasid alam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
            Selanjutnya juga dipaparkan, untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional maka perlu diketahui indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang atau kelompok berdaya atau tidak. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power so), kekuasaan atas (power over) dn kekuasaan dengan (power with).
            Dikaji dari indikator keberdayaan diatas, maka kelompok  masyarakat di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan yang telah menerapkan model life skills dengan Pola Penguatan Usaha Jaringan Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, dapat dikatakan telah menunjukkan kemajuan kearah lebih berdaya. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.   Kekuasaan di dalam
·        Meningkatkan kesadarandan keinginan untuk berubah. Dari hasil penelitian, utamanya dari alasan-alasan anggota kelompok untuk mengikuti program adanya harapan untuk maju, meunjukkan kesadaran dan keiginan mereka untuk berubah menuju lebih baik.
2.   Kekuasaan untuk
·        Meningkatkan kemampuan individu untuk berubah.
·        Meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses.
Dikaitkan dengan kondisi di lapangan yang merupakan hasil dari penelitian, maka indikator ini terpenuhi dengan semakin terbukanya akses terhadap pasar dan pendapatan karena usaha anggota kelompok yang satu berkaitan dengan usaha anggota kelompok yang lain. Bahkan produk dari kelompok telah dapat menembus pasar supermarket ternama.
3.   Kekuasan atas
·        Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaa pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.
·        Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut.
Bertolak dari hasil penelitian, anggota kelompok telah mampu mengatasi beberapa hambatan sehingga mereka lebih berdaya baik bagi dirinya maupun kelompok.
4.   Kelompok dengan
·        Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro.
            Peranan kelompok melalui pertemuan-pertemuan rutin yang diadakan guna membahas segala permasalahan atau bermusyawarah demi kemajuan kelompok, memiliki arti penting bagi anggota kelompok untuk terus bertahan.
            Hakekat pelaksanaan program life skills, pada prinsipnya adalah untuk mencapai peningkatan SDM. Hal ini berarti identik dengan pembangunan manusia. Alhumami dengan Handayani (2008:131), paradigma pembangunan manusia mempunyai empat komponen esensial. Pertama, kesetaraan yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi dan politik yangmenjadi hak dasar warga negara. Kedua, produktivitas yang merujuk pada usaha-usaha sistemats yang bertujuan meningkatkan kegiataan ekonomi. Upaya ini mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan finansial guna medukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi bisa maksimal, investasi harus lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan teknologi. SDM berkualitas memainkan peranan utama dalam proses pembangunan suatu bangsa. Ketiga, pemberdayaan yang merujuk pada setiap upaya pembangunan kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, serta memperluas pilihan-pilihan publik. Keempat, pembangunan berkelanjutan yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat.
            Berangkat dari paparan di atas, nampak bahwa unsur pemberdayaan sangat erat kaitannya dengan pembangunan manusia. Sebagaimana yang terjadi pada anggota kelompok di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, dimana mereka mengadapsi sebuah model profram life skills sehingga mereka memiliki kemandirian dan memperoleh peningkatan pendapatan.
            Dengan kata lain, melalui penerapan model life skills dengan Pola Penguatan Usaha Jaringan Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, anggota  kelompok dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, baik sebagai pembudidaya tanaman arbei, pengolah arbei atau limbahnya maupun usaha lain yang berhubungan. Berarti mereka telah memenuhi hakekat pembangunan manusia.
            Human development atau pembangunan manusia adalah upaya atau proses perluasaan pilihan yang dimiliki oleh penduduk untuk membangun hidupya yang dianggap berharga. Beberapa hal esensial dalam pembangunan adalah agar manusia dapat merasakan kehidupan yang panjang dan sehat, berpengetahuan, dan mempunyai akses terhadap sumber-sumber yang diperlukan untuk hidup layak. Di samping itu, diperlukan pula pilihan-pilihan untuk mendapatkan kebebasan sosial, ekonomi, dan politik sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara penuh serta menjadikan hidup mereka produktif dan kreatif sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Dengan demikian, manusia atau penduduk adalah kekayaan nyata dari sebuah bangsa. Pembangunan bukanlah sekadar persoalan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan sebuah alat meskipun alat yang penting bagi terbukanya pilihan-pilihan penduduk. Sesuatu yang sangat fundamental bagi perluasan pilihan-pilihan ini adalah membangun kemampuan manusia (human capabilities) serta serangkaian hal-hal yang dapat dilakukan maupun yang dapat dinikmati dalam hidupya (UNDP 1990 dalam Handayani 2008:130).
            Kondisi lebih lanjut yang diperoleh dengan adanya pembangunan manusia adalah pengembangan masyarakat. Taruna (2000:170), memaparkan bahwa kristalisasi teks dan konteks pengembangan masyarakat antara lain terwujud dalam kontekstualisasinya yang dapat diringkas ke dalam dua pokok berikut, yaitu (i) partisipasi masyarakat dan upaya-upaya (sendiri) untuk meningkatkan taraf kehidupannya berdasarkan inisiatif sendiri, dan (ii) kesiapan dukungan-dukungan teknis dan pelayanan lainnya sehingga inisiatif, keswadayaan, dan kesukarelaan masyarakat menjadi semaki efektif. Konstektualisasinya menjadi berbeda-beda dari satu negara ke negara lain; ada negara yang memaknai pengembangan masyarakat sebagai penyuluhan (extension), ada juga sebagai pembinaan masyarakat (mass education), pembinaan basis (fundamental education), pengembangan pedesaan atau bangun desa, jawa (rural development). Memang kontekstualisasinya berbeda, namun yang terkandung di dalamnya sekurangnya ada empat hal berikut: (a) konsep keswadayaan, (b) inisiatif harus selalu datang dari masyarakat/komuitas sendiri, (c) ada agen perubahan entah dilakukan oleh pemimpin setempat, LSM, ataupun lembaga lain, dan (d) ada pemanfaatan dan pendekatan-pendekatan teknis berbasis pada potensi lokal.
            Dari berbagai kontekstualisasi di atas, berkembanglah konseptualisasi yang terfokus pada pengembangan masyarakat yang di satu pihak dilihat sebagai proses atau serial aktivitas, dan di lain pihak pengembangan masyarakat dilihat sebagai status berkembangnya suatu masyarakjat. Yang disebut pertama (proses) menekankan pentingnya perubahan status (dari jelek menjadi lebih baik, misalnya), sedang yang kedua (status) menekankan bahwa pengembangan masyarakat dilihat sebagai status berkembangnya suatu masyarakat. Yang disebut pertama (proses) menekan pentingnya perubahan status (dari jelek menjadi lebih baik, misalnya), sedang yang kedua (status) menekankan bahwa pengembangan masyarakat itu bagaikan terminal, yaitu tempat pemberhentian yang menggambarkan suatu kemajuan tertentu. Dari sinilah muncul/lahir empat konsep tentang pengembangan masyarakat itu bagaikan terminal, yaitu tempat pemberhentian yang menggambarkan suatu kemajuan tertentu; yakni konsep proses, metode, program, dan gerakan. Konsep proses menekankan bahwa pengembangan masyarakat itu suatu perubahan dari satu status/keadaan yang lebih rendah ke status di atasnya atau dari satu tahap ke tahap yang lebih atas. Contohnya, perubaha yang terjadi pada masyarakat yang semula belum mampu membuat keputusan menjadi mampu mengambil keputusan bersama. Tekanan utama dan konsep proses ialah apa yang sedang terjadi dalam masyarakat ditinjau dari sisi/aspek sosial dan psikologis. Konsep metode menegaskan bahwa yang terpenting adalah hasil akhir yaitu kesejahteraan masyarakat dan bagaimana kesejahteraan itu diraih dengan menggunakan metode pengembangan masyarakat. Yang terpenting dalam konsep metode ini bagimana dan dengan metode apa hasil dapat dicapai. Adapun konsep program menitikberatkan perhatian pada betapa pentingnya kegiatan dan seberapa jauh masyarakat berpartisipasi pada betapa pentingnya kegiatan dan seberapa jauh masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegitan itu. Dengan kata lain, konsep program sangat peduli terhadap aktivitas yang sedang terjadi/berlangsung dalam masyarakat, sedangkan konsep gerakan melihat betapa pentingnya komitmen dan hubungan emosional masyarakat menuju kepada terciptanya institusi dan struktur kemasyarakatan yang semakin kuat.
            Penerapan model life skills dengan Pola Penguatan Usaha Jaringan Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan terbukti mampu mengembangkan masyarakat, meskipun masih terbatas dalam skala yang kecil yaitu anggota-anggota kelompok, di mana mereka telah mampu berupaya sendiri dan memperoleh dukungan dari pihak pemerintah setempat.

Kesimpulan
            Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab paparan data dan penelitian serta pembahasan, berikut dikemukakan beberapa kesimpulan:
1. Penyelenggaraan model pendidikan kecakapan hidup dengan pola penguatan jaringan usaha hulu hilir di Kecamatan Prigen kabupaten Pasuruan merupakan suatu pola dengan keanekaragaman usaha yang saling terkait dengan satu bahan baku yang sama yaitu tanaman murbei. Pola usaha ini telah mendapat dukungan dari pihak pemerintah daerah meskipun belum intenstif. Disamping itu beberapa usaha belum terhubung secara serentak karena ada yang berdasarkan pesanan.
2.  Adanya keinginan untuk tukar menukar informasi dan pengalaman serta upaya untuk menambah penghasilan atau pendapat, merupakan alas an anggota bergabung dalam kelompok.
3. Perubahan yang terjadi pada anggota kelompok melalui penerapan Pola Penguatan Usaha Jaringan Hulu Hilir di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan meliputi aktivitas usaha dimana dulu tidak terorganisir menjadi lebih teorganisir misalnya dengan adanya pertemuan rutin kelompok, adanya peningkatan penghasilan dan meluasnya kemampuan memasarkan produk antara lain beberapa produksi kelompok dapat diterima oleh supermarket berkenal di Surabaya.


DAFTAR RUJUKAN
Anwar, 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Arief, Zainudin. 1987. Supervisi, Evaluasi, Monitoring dan Pelaparan PLS. Jakarta: Karunika.
Santosa, Slamet. Dinamika Kelompok. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta Anggota IKAPI.
Sarbiran. 2002. Keterampilan dan Kecakapan Hidup (Life Skills): Sebuah Persoalan Martabat Manusia. Cakrawala Pendidikan: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 2, 147-165.
Simpson, G. 1999. Leadership is An Important Life Skill. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2003 dari http://www.uaf edu/eoop-ext/pr/leadership.html.
Suharsimi, A. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Jakarta: Bhineka Cipta.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama.
Suryabrata, Sumardi. 2007. Psikologi Kepribadian. Penerbit PT Raja Grafindo Persda, Jakarta. 2007.
Tim Broad – Based Education. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skills) Melalui Pendekatan Broad – Based Education (BBE). Jakarta: Depdiknas.
Titik Handayani. 2008. Kebangkitan Nasional dan Pembangunan Manusia: Sebuah Catatan Kritis. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Unicef. 2000. Life Skills: Introduction. Diambil pada tanggal 12 Agustus 2007 dari htpp://www.unicef.org/media/index.html..
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: Edisi Keempat. UM Press.
Yin, Robert K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode). Terjemahan oleh M. Djauzi Mudzakir, 1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusril Halada. 2009. Pergerakan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar