Selasa, 17 Mei 2011

HAMBATAN-HAMBATAN MAGANG PADA
PROGRAM KETRAMPILAN PENDIDIKAN NON FORMAL


Abstrak: sistem  magang untuk meningkatkan kualitas lulusan Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan merupakan sesuatu yang relatif  lama bagi dunia pendidikan di Indonesia,  tapi dalam pelaksanaannya akan banyak dijumpai hambatan-hambatan.


Kata kunci: magang, pendidikan non formal

LATAR BELAKANG
          Beberapa tahun ke belakang, program ketrampilan merupakan program utama Pendidikan Non Formal meskipun dikemas dengan nama program yang berbeda-beda. Kebijakan ini tentunya didasari oleh keinginan mengurangi jumlah pengangguran yang mengalami indikasi peningkatan dari tahun ke tahun. Oleh karenanya, program-program ketrampilan PNF selalu disyaratkan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat atau sesuai dengan tuntutan pasar. Untuk lebih mendekatkan proses belajar di lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, lazim dilakukan kegiatan magang.
          Pada kenyataannya, seringkali materi yang telah diberikan di lembaga pendidikan belum sepenuhnya dapat dipakai di dunia kerja. Hal ini mengingat kondisi ini melibatkan banyak pihak yang saling mempunyai kepentigan. Agar tujuan awal penyelenggaraan program ketrampilan di lembaga PNF dapat tercapai, maka kajian dan analisis terhadap hambatan-hambatan yang kiranya muncul dalam pelaksanaan kegiatan magang sangat penting dilakukan.

HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN
Proses belajar (peserta didik) di industri tanggung jawab pengelolaannya sepenuhnya pada pihak industri (instruktur) sedangkan pengelolaan pengajaran di Lembaga Pendidikan Non Formal sepenuhnya tanggung jawab Lembaga Pendidikan Non Formal. Sebagai satu kesatuan pendidikan pengelolaan pengajaran di industri dan pengelolaan pengajaran di (Lembaga Pendidikan Non Formal) harus saling link and match. Agar tercipta pengelo­laan pembelajaran yang mencerminkan prinsip link and match, antara pihak industri dan pihak Lembaga Pendidikan Non Formal harus terlibat pada saat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengajaran. Bagaimana keterlibatan kedua belah pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengajaran? Pertanyaan ini perlu dikemukakan, karena selama ini antara dunia industri dan dunia Lembaga Pendidikan Non Formal belum dikenal tradisi kerjasama. Tidak adanya kerjasama antara Lembaga Pendidikan Non Formal dengan dunia industri, tentu merupakan salah satu hambatan bagi pelaksanaan program PKH. Dengan demikian para pengelola Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan selama ini belum tahu tentang bagaimana dan apa yang harus dilakukan dalam kerjasama itu. Kondisi ini tentu merupakan hambatan dalam usaha menciptakan program ketrampilan yang berdaya guna.

HAMBATAN DALAM PERENCANAAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan acuan formal dalam penyelenggaraan pendidikan pada umumnya. Dikatakan sebagai acuan formal karena kurikulum yang memberi arah dan menentukan ke mana dan bagaimana proses pendidikan harus diarahkan. Dalam lembaga Lembaga Pendidikan Non Formal, pengembangan kurikulum merupakan suatu hal yang sering dilakukan. Dengan adanya pengalaman mengembangkan kurikulum maka kurikulum sekolah menjadi sistematis dan lengkap. Namun apakah isi kurikulum Lembaga Pendidikan Non Formal sesuai dengan peraturan atau petunjuk kerja yang dikembangkan industri? Dalam kasus ini akan muncul permasalahan "sejauh mana kurikulum Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan harus mengikuti perkembangan industri?" Akibat perencanaan kurikulum yang tidak mampu mengisi lowongan kerja, sehingga tidak ada keselarasan atau mismatch antara program pendidikan dan tuntutan dunia kerja, se­hingga menimbulkan kesenjangan okupasional (Buchori, 1990). Fenomena yang demikian ini tentu merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan program PKH.

HAMBATAN DALAM MATERI PENGAJARAN
Sebagai satu kesatuan tempat pendidikan, isi pengajaran di industri harus terkait dengan isi pengajaran di Lembaga Pendidikan Non Formal dan sebaliknya. Dengan demikian pengajaran teori harus terkait dengan pengajaran di industri yang lebih ditekankan pada masalah praktek. Hal ini harus diperhatikan karena sejalan dengan pradigma teori pengajaran yang mengatakan bahwa: prac­tice makes perfect. Guna mewujudkan keterkaitan dan kesepadan antara pengajaran teori dan praktek tersebut, nampaknya merupakan sesuatu hal yang saat ini masih sangat sulit dilakukan. Kesulitan ini muncul karena selama ini Nara Sumber Teknis (NST) Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan tidak pernah mau belajar dari dunia industri.  Pengajaran di Lembaga Pendidikan Non Formal tidak  pernah memperhatikan relevansinya dengan kebutuhan dunia industri. Hai ini tentu terkait dengan pengem­bangan kurikulum  Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan  yang  kurang  menekankan  pada analisis kebutuhan (need assesment) tenaga  kerja di pasar kerja dan sistem ketenaga kerjaan (Slamet, 1993). Situasi dan kondisi yang demikian tentu merupakan hambatan dalam  mewujudkan  keterkaitan isi pengajaran antara pengajaran di industri dengan pengajaran di Lembaga Pendidikan Non Formal.

HAMBATAN AKIBAT LINGKUNGAN
Lingkungan Lembaga Pendidikan Non Formal dan lingkungan dunia industri sangat berbeda. Di Lembaga Pendidikan Non Formal peserta didik bergaul dengan teman sebaya yang masih remaja, sedangkan lingkungan di industri berupa lingkungan orang dewasa. Adanya dua lingkungan yang berbeda ini tentu akan mempengaruhi interaksi peserta didik dalam proses belajar. Keadaan ini tentu akan mempengaruhi persepsi pekerja perusahaan terhadap peserta didik peserta magang. Jangan-jangan peserta didik yang magang justru dieksploitasi oleh instruktur yang saat itu menjadi pekerja yang sebenarnya di perusahaan itu (Suyano, 1993). Kalau hal ini sampai terjadi kegiatan sistem ganda pendidikan akan kehilangan makna-nya. Oleh karena itu pengaturan lingkungan kerja mutlak haras dilakukan agar tidak menimbulkan efek negatif bagi perkembangan jiwa peserta didik.

HAMBATAN KARENA PERBEDAAN TUJUAN
             Tujuan lembaga industri adalah profit oriented yang berpihak pada prinsip-prinsip ekonomi, sedangkan tujuan lembaga Lembaga Pendidikan Non Formal tepat berpihak pada prinsip-prinsip pendidikan. Dalam hal ini di Iembaga industri terjadi konflik tujuan, antara tujuan pendidikan/pelatihan dan tujuan ekonomi. Maka harus ada usaha rekayasa agar terjadi persinggungan tujuan yang saling bertentangan itu (Suyanto, 1993), agar proses belajar sambil bekerja dapat berlangsung secara optimal. Jika hal ini tidak diperhatikan, tentu dapat menghambat proses pelaksanaan sistem ganda pendidikan kejuruan, memang merupakan suatu hal yang amat sulit untuk memadukan dua kepentingan_yang berbeda  agar  dapat  menimbulkan efek positif bagi proses bekerja peserta didik
               
LANGKAH ANTISIPATIF
Berpihak pada kajian dan analisis terhadap hambatan-hambatan yang mungkin muncul pada pelaksanaan program magang langkah antisipatif nampaknya perlu dilakukan. Langkah ini perlu dilakukan agar implementasi konsep sistem magang di lapangan dapat berjalan dengan baik. Sebab tanpa persiapan dan antisipasi yang matang, program pelaksanaan sistem magang tidak akan berhasil.
Guna mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dapat menghambat program pelaksanaan sistem magang, perlu dilakukan beberapa langkah, antara lain sebagai berikut: Pertama, perlunya dilakukan diseminasi dan difusi konsep sistem magang kepada pengelola lembaga pendidikan PNF. Hal ini merupakan masalah utama dan sangat penting dilakukan agar pengelola lembaga pendidikan kejuruan. Hal ini merupakan masalah utama dan sangat penting dilakukan agar pengelola lembaga pendidikan PNF. Hal ini merupakan masalah utama dan sangat penting dilakukan agar pengelola lembaga pendidikan PNF memahami secara rinci tentang sistem magang baik secara otologis, aksiologis maupun epistemologis. Tanpa adanya pemahaman yang demikian, sulit diharapkan para pengelola pendidikan PNF dapat melaksanakan sistem magang yang sesuai dengan hakekat dan tujuannya. Jangan sampai terjadi program sistem magang sudah dirancang untuk diterapkan, tetapi para pelaksana di lapangan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Diseminasi dan difusi ini dapat dilakukan melalui penataran, loka karya, seminar dan sejenisnya yang diikuti oleh karangan Nara Sumber Teknis (NST) kepala Lembaga Pendidikan Non Formal, pihak dinas pendidikan maupun pihak industri serta pihak terkait lainnya. Dengan adanya diseminasi dan difusi ini, beberapa hambatan-hambatan seperti telah dianalisis diatas dapat dicari jalan pemecahannya.
Kedua, perlu diwujudkan kerjasama yang kongkrit dan melembaga antara Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan dengan dunia industri. Guna mewujudkan ker­jasama ini, adanya perangkat perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang mengaturnya sangat diperlukan sekali.
Dengan melakukan langkah-langkah seperti di atas, maka prinsip-prinsip sistem magang seperti yang diharapkan dapat diwujudkan. Secara garis besar ada empat prinsip sistem magang yang sangat penting yaitu (1) membuat dunia kerja dan masyarakat  sebagai lingkungan belajar bagi peserta didik (2) menghubungkan pengalaman kerja dengan pengajaran akademi, (3) memberi peran para peserta didik secara konstruktif sebagai pekerja disertai tanggung jawab riilnya, sebagai peserta didik dalam waktu yang bersamaan, (4) menanamkan hubungan yang erat antara peserta didik dan pekerja dewasa yang bertindak sebagai instruktur. Prinsip-prinsip  pendidikan tersebut harus dapat direalisasikan dalam pelaksanaan program sistem magang di Indonesia. Hal ini penting ditekankan, akrena hanya dengan prinsip-prinsip itulah siswa akan mendapat manfaat secara optimal dalam program sistem  magang.

KESIMPULAN
Penerangan sistem  magang rmerupakan salah satu langkah yang tepat untuk meningkatkan kualitas lulusan Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan.  Namun mengingat konsep sistem magang merupakan sesuatu yang relatif  lama bagi dunia pendidikan di Indonesia.  Tapi dalam pelaksanaannya akan banyak dijumpai hambatan-hambatan. Agar pelaksanaan sistem magang dapat berjalan sebagaimana mestinya, kiranya perlu dilakukan kajian dan analisis terhadap hambatan-hambatan yang kiranya perlu dilakukan kajian dan analisis terhadap hambatan-hambatan yang kiranya akan muncul. Kajian dan analisis ini perlu dilakukan secara cermat dan sistematis, karena hasilnya dapat dijadikan pijakan dasar dalam pelaksanaan maupun pengembangan sistem ganda pendidikan kejuruan.

DAFTAR PUSTAKA
Buchori, M. 1990. Menyongsong globalisasi: Dibutuhkan loncatan konseptual dan kepemimpinan intelektual. Mimbar Pendidikan, 4, IX., 17-23.

Slamet. 1993. Pendekatan alternatif dalam penyiapan dan pengembangan tenaga kerja profesional di Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Sistem Permagangan Pendidikan Kejuruan dan Penyiapan Tenaga Kerja. MALANG: FPTK IKIP MALANG.
                                                                                                            
Suyanto. 1993. Kendala sistem magang untuk Lembaga Pendidikan Non Formal kejuruan. Jawa Pos, 27 Sepetember 1993, hal 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar