Selasa, 17 Mei 2011


MENYIAPKAN PESERTA DIDIK UNTUK MEMASUKI DUNIA KERJA


Abstrak: Dunia pendidikan merupakan bidang yang cukup kompleks, karena keadaannya amat dipengaruhi oleh 7 faktor utama, yaitu Psikologi, Sosiologi, Antropologi, Budaya, Ekonomi, Legalistik, dan Filsafat. Berkaitan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja ini, semua orang tua berharap agar anaknya dapat sekolah terus sampai tuntas. Tetapi karena berbagai hal, ternyata tidak semua anak dapat melanjutkan sekolah. Tampaknya ada kesenjangan antara tujuan pendidikan dengan hasil pendidikan (GBHN 1993). Untuk mendekatlcan antara hasil dan tujuan, salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan memperbaiki proses belajar mengajar yaitu menambahkan mata pelajaran "Bimbingan Karier".

Kata-kata kunci: peserta didik, dunia kerja                                                 

             Bidang  pendidikan merupakan salah satu bidang sosial yang amat kompleks. Dikatakan demikian, karena bidang ini dipengaruhi oleh tujuh faktor utama sebagai landasan pendidikan, yaitu: Psikologi, Sosiologi, Antropologi, Budaya, Ekonomi, Legalistik, dan Filsafat (Blackinsten dan Robert dalam Soedomo 1990). Oleh karena itu sebelum membahas lebih jauh tentang dunia pendidikan, perlu lebih dulu memahami uraian singkat pengaruh ke-7 landasan berikut ini.
          Peristiwa pendidikan sebagian diwarnai oleh jaringan interaksi psikologi, terutama dalam kaitan dengan usaha pendidikan merupakan persoalan belajar. Derajat penguasaan pendidik profesional terhadap interaksi psikologi akan menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam mempengaruhi belajar siswa.
Lembaga pendidikan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. Jika lembaga pendidikan bergerak secara dinamik maka masyarakat akan bergerak secara dinamik, begitu pula sebaliknya. Jika dilihat dari kepentingan masyarakat secara menyeluruh, fungsi utama pendidikan adalah sebagai pengembang kebudayaan. Bagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, mereka akan memiliki pola akulturasi, yaitu proses menjadikan individu agar sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dan enkulturasi, yaitu proses penerimaan unsur budaya asing tanpa menyebabkan hilangnya identitas budaya sendiri. Di samping itu budaya di rumah perlu disesuaikan dengan budaya di sekolah. Adanya konflik di antara kedua budaya ini akan mengganggu proses pendidikan. Demikian pula adanya  ketidaksinambungan budaya, yaitu anak yang pergaulannya dalam lingkungan terbatas. Ini akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, khususnya terhadap dunia kerja.                                                                        
Pada hakekatnya pendidikan merupakan proses transformasi nilai dan kebudayaan dari generasi satu kepada generasi berikutnya. Karena itu proses pendidikan akan terkait erat dengan latar belakang budaya tempat proses pendidikan berlangsung (Brooks, dalam Soedomo, 1990). Berkaitan dengan hal ini kita sadari bahwa keadaan masyarakat kita cukup beragam. Di mana keragaman ini dimungkinkan akan merupakan penghambat bagi proses belajar siswa.
Agar tidak menimbulkan "kegoncangan budaya", maka pengembangan pendidikan dalam budaya nasionalnya perlu difokuskan pada upaya melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur bangsa, nilai-nilai bu­daya dan pranata sosial dalam menunjang proses-proses pembangunan nasional, merangsang kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreatifitas tanpa mengabaikan kepribadian bangsa (Soedomo, 1990).
Pendidikan dipandang sebagai sumberdaya kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Sebaliknya kemajuan usaha pendidikan memerlukan dukungan ekonomi yang kuat (Unesco, dalam Soedomo, 1990).
Pendidikan harus sejalan dengan perundang-undangan serta peren-canaan pembangunan pendidikan. Yaitu suatu asumsi yang diyakini kebenarannya untuk membimbing pendidikan ke arah tujuannya. Menurut GBHN 1993 tujuan pendidikan nasional kita; meningkatkan kualitas manusia Indonesia.  Peningkatan ini maksudnya membuat manusia: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekeni luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh cerdas. kreatif, terampil. berdisiplin, beretos kerja, profesional bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Jadi setiap kebijakan pendidikan mestinya berangkat dari filsafat yang digunakan dalam merancang kurikulum, karena itu produk pendidikan amat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang dianut.
Sekarang kita telah tahu bahwa konteks dunia pendidikan secara serempak dipengaruhi oleh 7 landasan pendidikan diatas. Ini artinya, bahwa setiap kebijakan yang diambil hams lebih dulu memperhatikan pengaruh ke-7 landasan di atas. Dengan demikian, mestinya tidak boleh ada kebijakan yang berbenturan dengan salah satu dari ke-7 landasan ini. Jika berbenturan, maka bukan pemecahan masalah yang diperoleh, tetapi justru akan memunculkan masalah baru yang akan menambah rumit dunia pendidikan. Jadi masalah pendidikan bukanlah bersifat linear yang mudah ditebak perkembangannya, tapi lebih merupakan masalah kompleks. Dengan demikian dibutuhkan wawasan yang luas dan mendalam dalam menyikapinya. Seperti diungkapkan oleh Fuad Hasan (1992) yang mengingatkan kita bahwa sebaiknya tidak tergesa-gesa "berpikir jalan pintas" di dunia pendidi­kan. Ini perlu agar tidak menimbulkan kerugian yang amat besar.

Kesenjangan antara Tujuan dan Hasil Pendidikan
             Sementara ini umumnya masyarakat menilai bahwa yang dianggap memperoleh pekerjaan itu adalah:  menjadi ABRI, Pegawai Negeri maupun Swasta, pekerja pabrik, dan pekerjaan lain yang mendapat gaji bulanan (Muslih Usa, 1991). Dalam hal ini tentunya sekolah dipandang sebagai lembaga yang seolah-olah hanya mencetak tenaga kerja. Pandangan  ini tentunya kurang bisa dibenarkan, sebab menurut GBHN 1993 tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian. mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Seandainya tujuan ini sudah tercapai, rasanya masalah pengangguran akan teratasi dengan sendirinya. Tetapi apabila sekolah formal hanya mampu mencetak tenaga kerja (bumh), mungkin ini ada kekurangan dalam proses belajar mengajarnya. Sebab proses belajar mengajar merupakan salah satu fiaktor yang ikut menentukan kualitas hasil belajar.

Kapan Pengenalan Dunia Kerja Dilakukan
             Harapan para orang tua untuk menyekolahkan anaknya sampai tuntas adalah baik. Tetapi perlu diingat, bahwa kenyataannya tidak semua lulusan Paket A, Paket B, Paket C, dapat melanjutkan sekolah. Padahal khususnya lulusan Paket A dan Paket C  belum memenuhi usia kerja. Namun demikian, dapat dipastikan bahwa lulusan Paket A dan Paket C ini nantinya akan memasuki usia kerja juga. Oleh karena itu pada tingkat pendidikan dasar ini, kiranya tidak ada salahnya jika sudah dikenalkan dengan dunia kerja. Sehingga walaupun masih duduk di Paket A para peserta didik sudah dapat memiliki gambaran tentang pekerjaan apa yang kiranya cocok bagi dirinya untuk dipilih. Walaupun pilihan itu masih labil, tetapi artinya mereka sudah mulai berpikk secara dewasa sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Dengan demikian, artinya para peserta didik pada tingkat Paket A, Paket B dan Paket C perlu dikenalkan dengan dunia kerja. Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual anak. Mengenai bagaimana model pengenalan terhadap dunia kerja, dapat kita ikuti pada bahasan berikut.

Memaksimalkan Pengenalan Dunia Kerja Kepada Peserta Didik Program Kesetaraan
          Agar pengenalan dunia kerja kepada peserta didik program kesetaraan dapat mencapai hasil yang optimal, maka pengenalan ini dibagi menjaditiga tingkat, yaitu tingkat Paket A, Paket B dan Paket C.
          Untuk peserta didik Paket A pengenalan dunia kerja ini bertujuan untuk menimbulkan kepedulian terhadap lingkungan kerja. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara misalnya; memberikan informasi yang tepat dilakukan dengan cara misalnya; memberikan informasi yang tepat tentang bermacam-macam pekerjaan yang sering ditemui di sekitar tempat tinggal, dan melihat dari dekat suasana orang yang sedang bekerja. Dengan cara ini ditambah bantuan guru dalam menghubungkannya dengan pelajaran yang relevan, maka pada anak akan tertanam rasa hormat dan menghargai terhadap orang yang bekerja.
          Untuk peserta didik Paket B, pengenalan dunia kerja bertujuan untuk memahami lebih jauh tentang dunia kerja. Pelaksanaannya dapat dengan cara di atas ditambah diskusi tentang persyaratan, ketrampilan, dan bagaimana mereka seharusnya melakukan pekerjaan dengan baik. Selain itum dapat pula dikakukan dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh informasi secara eksploratif dari tangan pertama yaitu orang yang melakukan pekerjaan.
          Untuk peserta didik Paket C, pengenalan dunia kerja difokuskn kepada orientasi dan persiapa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Pada masa ini kepada siswa diberikan informasi yang bervariasi tentang macam-macam pekerjaan, persyaratan yang diperlukan, bagaimana mengajukan lamaran, dan membuat surat lamaran. Di samping itu mereka yang berasal dari sekolah umum perlu tambahan ketrampila khusus, yang dapat digunakan sebagai bekal masuk ke dunia kerja. Bagi mereka yang berasal dari sekolah kejuruan bekal ketrampilan dipandang sudah cukup.
          Memaksimalkan pengenalan dunia kerja sesuai dengan tingkat pendidikan ini adalah lebih menguntungkan bagi pihak anak dan orang tua maupun lembaga pendidikan. Karena pelaksanaannya dapat disesuikan dengan kondisi yang ada. Selain itu model penyampaiannya dapat diatur secara integral dengan mata pelajaran atau berdiri sendiri sebagai mata pelajaran Bimbingan Karier.
          Menurut hemat penulis, pengenalan dunia kerja ini sebaiknya berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, karena membutuhkan waktu cukupbanyak. Hal itu dengan pertimbangan bahwa materinya cukup banyak, yaitu informasi tentang segala macam pekerjaan baik yang sudah pernah dilakukan orang maupun yang belum pernah dilakukan orang. Hal ini dipandang perlu supaya para siswa memiliki wawasan yang cukup luas tentang dunia kerja. Terutama bagaimana memahami Sumber Daya Alam yang ada di sekitarnya, yaitu mencermati kemungkinan adanya kesempatan kerja di lingkungannya sendiri. Bila hal ini dapat dilakukan dimungkinkan juga dapat mengurangi derasnya arus urbanisasi, sehingga tenaga kerja tidak mengumpul di daerah perkotaan. Karena begitu pentingnya peran pengenalan dunia kerja, maka mata pelajaran bimbingan karier ini seyogyanya disampaikan oleh para tutor senior, yang relatif lebih banyak pengetahuan dan pengalamannya.

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
          Dalam dunia pendidikan seyogyanya kita tidak tergesa-gesa berpikir jalan pintas, karena ada banyak landasan pendidikan sebagai faktor yang berpengaruh. Landasan pendidikan itu adalah: psikologi, budaya, sosiologi, ekonomi, legalistik, antropologi, dan filsafaL Berkaitan dengan pen­didikan anak, dapat dipahami jika semua orang tua menginginkan anaknya dapat sekolah terus sampai tuntas. Tetapi perlu dilihat alternatif  lain, sebab menurut pengalaman tidak semua anak dapat meneruskan sekolahnya karena berbagai sebab. Oleh karena itu para peserta didik perlu juga disiapkan untuk memasuki dunia kerja. Jadi, para lulusan di samping siap untuk melanjutkan sekolah juga disiapkan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini dipandang penting, sebab jika di belakang hari ternyata anak tidak dapat melanjutkan sekolah karena sesuatu hal, anak maupun orang tua sudah siap mental untuk memasuki dunia kerja, dengan demikian tidak terlalu kecewa.


DAFTAR PUSTAKA

Hasan, F. 1992, 21 Januari. Jangan tergesa-gesa berpikir jalan pintas di dunia pendidikan. Kompas, hlm. XII.

Garis-garis Besar Haluan Negara. 1993.

Soedomo, 1990. Landasan Pendidikan. Malang: Program Pasca Sarjana IKIP MALANG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar